Mudik tampak telah menjadi ritual wajib bagi para perantauan ketika masa libur lebaran telah tiba. Rasa kangen yang membludak untuk kembali berkumpul dengan keluarga menjadi motif utama bagi para musafir tersebut untuk kembali ke pangkuan kampung halaman yang telah ditinggalkan lama. Dan tentunya setiap perjalanan mudik mampu membawa cerita tersendiri bagi para pelakunya, terutama bagi saya tentunya.
Perjalanan mudik tahun ini memberikan banyak pelajaran tersendiri bagi saya. Tidak habis waktu dan tenaga rasanya untuk membagi pengalaman yang saya dapatkan ketika selama perjalanan tersebut. Pelajaran berharga pertama saya kali ini harus saya tebus dengan sangat mahal. Lolita a.k.a laptop item kebanggaan ane hilang berpindah tangan yang murni disebabkan oleh kecerobohan dalam menjaga barang.
. . .
Dengan menggunakan bis P*hal* Kenc*n* saya meninggalkan Gresik untuk menuju Bandung. Satu tas kecil dengan hape dan dompet, satu tas jinjing besar berisikan baju, satu bungkus oleh-oleh untuk keluarga pacar, serta satu tas backpack dengan laptop didalamnya merupakan bawaan yang dibawa pada hari tersebut. Tas jinjing masuk bagasi, paket oleh-oleh disimpan loker di atas kursi, tas kecil yang selalu menempel di badan, namun tas backpack yang “hanya” duduk manis dibawah kursi. Di tiket yang tercetak, saya seharusnya duduk di baris tengah dan berdampingan dengan seorang pemuda. Tapi tampaknya hari ini bis kelihatan tampak sangat lengang, sang kenek pun memberitahu bahwa masih banyak kursi kosong tersisa. Tampaknya tidak ada salahnya bagi saya untuk pindah barisan, menuju tempat duduk lapang dan sendiri. Kelak, hal tersebut merupakan keputusan yang akan sangat saya sesali.
Semua berjalan lancar, aman, dan tanpa ancaman selama perjalanan. Ketika break perjalanan untuk makan malam, tas backpack pun turut ikut serta dipanggul selama makan. Namun setelah itu, tas ini pun kembali disimpan rapi dibawah kursi, sedangkan saya terus terlelap hingga melewatkan break sahur. Aneh memang, dari beberapa kali perjalanan saya ke bandung, saya tidak pernah tidur senyenyak ini.
Bandung di pagi hari, bus berjalan pelan di tengah keramaian Jalan Soekarno Hatta. Saya pun berkemas untk bersiap turun di perempatan Kiaracondong. Dengan sigap tas backpack pun kembali menempel punggung. Tapi tampak terjadi keributan kecil di kursi barisan depan yang dipicu oleh seorang penumpang yang menempati kursi yang tepat dibelakang supir. Laki-laki yang sekitar berumur 30 tahun-an tersebut tampak panik sambil sesekali merogoh tasnya.
“Bagaimana ini pak, laptop saya hilang.” ujar laki-laki tersebut.
Ketika mendengar keluhannya tersebut, saya pun sempat menahan nafas untuk sementara. Saya merasa ada yang tidak beres, kenapa tas backpack tidak terasa berat seperti biasanya.
“Astaghfirullah, saya juga...”
. . .
Kehilangan (barang) menjadi hal yang sedikit langka diri saya pribadi. Sejak dari masa dahulu kala tampaknya saya termasuk orang yang cukup beruntung dalam masalah ini. Sudah cukup banyak kasus teman-teman yang telah mengalami kehilangan baik itu barang berupa HP, laptop, kamera , dompet, motor, dll ataupun orang-orang yang mereka sayangi. Lolita tampaknya menjadi kali pertama bagi saya untuk merasakan bahwa kehilangan itu sungguh sangat tidak mengenakkan.
Tampaknya benar apa kata orang, sesuatu akan terasa sangat berharganya tepat ketika ia telah meninggalkan kita. Seharusnya saya bersyukur, karena saya diingatkan “hanya” dengan sebuah laptop, bukan dengan hal lain yang lebih saya sayangi.
Saya sekarang sadar bahwa sudah sepantasnya kita mensyukuri dengan apa yang telah kita punyai. Hal ini memberikan pelajaran berharga bahwa jagalah dengan sebaik mungkin apapun yang saya miliki sekarang, apalagi hal tersebut merupakan seseorang yang amat sangat berarti bagi kita.
Terima kasih Lolita untuk dua tahun yang sangat berkesan ini.
Maaf ya Papa, uda sudah menghilangkan barang kesayangan papa ini. Mungkin lain waktu, uda bisa menggantinya dengan pengganti yang jauh lebih baik.