Rabu, 21 Juli 2010

Mengeluh sebentar

Mengeluh bukanlah nama tengah saya..

Tapi ada kalanya saya berhenti sebentar lalu menghela nafas. Bahkan saya merasa sangat tidak ada apa-apanya dengan yang saya miliki.
Tak dapat dihindari bahwa kadang terlintas segelintir rasa iri melihat "rumput-rumput tetangga" yang lain..

Kita disini tidak selalu berbicara tentang uang, kawan..
Kesempatan, tantangan, passion ataupun kepercayaan interpersonal merupakan sebuah interpertasi keinginan untuk sebuah gambaran pekerjaan yang ideal..
Apakah saya telah mendapatkannya semua itu? tentu saja ada sebagian, tapi saya ragu apakah saya seberuntung yang lain.

Sebenarnya banyak pencerahan yang bisa ditemui dari lingkungan sekitar untuk meredam aura negatif tersebut,dan secara tak sengaja saya menemukan kata-kata mutiara yang mungkin sedikit banyak cukup memberikan inspirasi..

Ketika Kita mempunyai 1000 keinginan,
yakinlah bahwa Allah memiliki sejuta pengetahuan tentang kebutuhan Kita

(copas dari status-nya anggi :p)

If a man is called to be a streetsweeper, he should sweep streets even as Michelangelo painted or Beethoven composed music or Shakespeare wrote poetry. He should sweep streets so well that all the hosts of heaven and earth will pause and say, "Here lived a great streetsweeper who did his job well."
(Martin Luther King, Jr.)

dan
ditambah beberapa sms cerewet-nya pacar yang udah di-save di hape..

tarik napas
hembuskan

ayo lari lagi
hooooosssh...!!!

Sabtu, 03 Juli 2010

Coret-coret piala dunia




Tidak terasa WC 2010 akan hampir usai sebentar lagi..

Hampir selama sebulan ini para penggila bola di seluruh dunia dimanjakan oleh-oleh aksi-aksi brilian para gladiator lapangan hijau. Untuk masalah kualitas pertandingan sendiri, saya cenderung untuk berpendapat bahwa ini adalah piala dunia yang paling membosankan yang pernah saya ikuti. Sejauh ini vuvuzela dan jabulani selalu dijadikan kambing hitam atas kekurang atraktifannya pertandingan WC tahun ini. Yaaah setidaknya itu alasan yang lebih baik daripada alasan “belum gajian” yang sering kita temui di dunia sepakbola tanah air.

Hal teknis tentunya bukan menjadi sorotan utama bagi saya dalam pertandingan2 di WC tahun ini. Tapi banyak hal-hal di luar lapangan yang sangat menarik perhatian saya. Pertunjukan non-teknis tersebut sedikit banyak mampu memberikan pencerahan bahwa sepakbola tidak hanya melulu berbicara di soal teknis individu, strategi taktis ataupun team-work yang mumpuni. Tetapi juga berkorelasi erat dengan semangat kebangsaan, kemanusiaan, mental juara dan sikap fair play yang konon hal tersebut merupakan barang mewah di Indonesia.

Bagi saya WC 2010 tidak hanya selalu bisa diasosiakan sebagai festival sepakbola semata, bahkan saya menganggap bahwa ini adalah pertunjukan reality show yang sesungguhnya “real” (ini di luar konteks calciopoli tentunya, kalau untuk yang ini baru benar-benar cerita telenovela). Emosi, tawa, tangis, teriakan kemenangan, ratapan kepedihan, pengkhianatan, dan loyalitas semuanya mampu diperagakan apik oleh tiap aktornya. Walaupun tidak setiap cerita mampu berakhir dengan happy ending, tapi disanalah letak keindahannya, kita tidak pernah mampu memprediksi kelanjutan cerita di episode layaknya sinetron yang kadang sungguh sangat predictable. Banyak kisah-kisah menarik yang sungguh sangat disayangkan ketika menonton "reality show" ini.

Wasit sebagai pemimpin tertinggi di lapangan tentunya memiliki posisi yang sangat dihormati di lapangan. Keputusannya adalah mutlak dan tak terbantahkan. Namun wasit tetaplah manusia biasa, mengambil keputusan yang tepat dengan jangkauan wilayah kerja berukuran 110 m x 65 m bukanlah perkara enteng. Kesalahan pun kerap dilakukan oleh para korps berbaju hitam tersebut. Hal yang sangat menarik bagi saya adalah seberapun fatal kesalahan keputusan wasit tersebut, tidak ada tindakan protes berlebihan dari pemain, tim, ataupun bangsa yang telah dirugikan sebelumnya. Tidak ada acara walk out. Boro-boro pemukulan. Kearifan para semua pihak yang terlibat untuk menerima keputusan sang wasit merupakan suatu wujud penghormatan atas peraturan dan adanya kemampuan untuk berjiwa besar.

Hal menarik berikutnya yang membuat saya sedikit takjub adalah bahwa FIFA sebagai badan sepakbola tertinggi dunia bersedia untuk meminta maaf atas kekeliruan yang telah terjadi. Tidak cukup hanya dengan sekedar permintaan maaf, FIFA pun menyampaikan niat baik nya untuk mengevaluasi segala kesalahannya. Memang sungguh sangat terdengar klise permintaan maaf tersebut, tapi bagi anda yang sering membaca koran terutama berita-berita (olahraga) nasional contoh kasus diatas adalah contoh yang amat langka.

Bahkan tidak jarang saya mendengar komentar unik dalam membandingkan FIFA dengan PBB. Kadang saya pernah berpikir bahwa Sepp Blater lebih baik daripada sekjen PBB manapun, kerena sepakbola mampu membuat dunia untuk tidak berfikir tentang perang setidaknya untuk selama satu bulan. Sepakbola tampaknya mampu meredam para megalomaniac untuk sejenak melupakan jenis misil atau artileri berat macam apa yang akan mereka gunakan untuk membumihanguskan etnis tertentu.

Tak terasa WC telah menghibur dunia selama 80 tahun. Selama 19 kali penyelenggaraannya telah mampu membuat hampir seluruh warga dunia duduk manis menyaksikan pertandingannya, sembari sesaat melupakan perang, masalah hidup, problem pekerjaan, rutinitas harian ataupun video bokep yang lagi in. Sepakbola adalah candu yang memabukkan. Dan tentu saja pihak yang merasa dirugikan sepertinya adalah para pasangan-pasangan yang untuk sementara merasakan kurangnya perhatian akibat ulah segelintir 22 laki-laki iseng yang berlari mondar-mandir demi sebuah bola bundar.

Maaf ya pacar.. :)


Selamat berpesta warga dunia..!!